Selasa, 28 Mei 2019

Merawat Persaudaraan Dalam Keberagaman


Merajut kerukunan dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bisa dimulai dan dilakukan di berbagai komunitas masyarakat.  Salahsatunya adalah di lingkungan kerja.

Bangsa kita memang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan budaya yang berbeda.  Perbedaan ini sebenarnya adalah anugerah dari Tuhan.  Namun bisa menjadi mala petaka ketika semua merasa benar, egois dan mau menang sendiri.  Apalagi dalam suasana pasca pemilu yang sangat mudah disulut menjadi api perpecahan.

Untuk menyatukan berbagai perbedaan itu, setiap kelompok, komunitas yang ada di bumi Indonesia ini perlu untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya bersatu, rukun, menjalin persaudaraan dan kebersamaan, meskipun berbeda agama, suku dan budayanya.  Penanaman kesadaran ini perlu diimplementasikan dengan gerakan-gerakan atau kegiatan yang nyata, hingga perbedaan tidak lagi dirasakan sebagai ancaman, namun sebagai keindahan dan kekuatan dalam berbangsa yang patut disyukuri.

Sebuah perusahaan swasta di Semarang menyadari pentingnya gerakan ini.  Karena itu, pada tanggal 28 Mei 2019 yang lalu diadakan acara buka puasa bersama (bukber) yang dipadukan dengan kegiatan yang bermuara pada menjalin persatuan dan kesatuan di antara umat beragama yang berbeda.  Para karyawan dan Direksi perusahaan yang berbeda-beda agamanya disatukan dalam acara bukber ini.  Selain itu perusahaan juga mengundang anak-anak yatim piatu dari 4 Panti Asuhan (yayasan) muslim dan Nasrani.  Maka hadirlah anak-anak yg berlatar belakang suku, agama dan budaya yang berbeda.  Mereka semua berbaur dengan para karyawan yang juga beragam keyakinannya, dengan suasana yang sangat sejuk, harmonis dan damai, saling menghargai dan menghormati.  Pada moment seperti inilah kasih sesungguhnya telah diwujudnyatakan.

Pada kesempatan ini, diundang juga Romo Didik Cahyono, SJ (Romo Ketua paroki gereja Bongsari dan ketua Kerukunan Antar Umat Beragama Keuskupan Agung Semarang) serta K.H. Muhammad Ali Shodiqin (pimpinan Pondok Pesantren Roudotun Ni’mah Semarang) untuk memberikan kultum secara bergantian.

Romo Didik menggarisbawahi 2 hal terkait kegiatan ini :
1.      1. Dengan mengundang anak-anak (apalagi yatim piatu) berarti kita semua semakin dekat dengan Tuhan, karena Tuhan juga cinta dengan anak-anak.
2.      2.  Dengan kehadiran anak-anak dan para karyawan yang berlatar belakang keyakinan berbeda, berarti kita semua sudah ambil bagian untuk menjaga dan merawat rasa persatuan dan kekeluargaan antar sesama umat manusia meskipun saling berbeda.
Sedangkan KH. Ali Shodiqin secara tegas juga menyampaikan bahwa persatuan, kesatuan dan kekeluargaan seperti ini harus terus diupayakan dan dijaga.  Apalagi dengan situasi pasca Pemilu yang sempat membuat masyarakat terpecah.  “Kita boleh berbeda, tetapi tidak boleh membeda-bedakan” lanjut beliau.  Apapun keyakinannya, kita semua wajib untuk saling menghormati dan menghargai karena Allah juga menghendaki demikian.
Kedua pemuka agama ini berharap agar kegiatan seperti ini bisa terus diadakan.

Acara yang berlangsung khidmat penuh persaudaraan ini dilengkapi dengan pemberian santunan dari
perusahaan dan karyawan kepada para anak yatim piatu. Juga diramaikan dengan permainan yang bertemakan nasionalisme untuk anak-anak panti asuhan, dan ditutup dengan buka puasa bersama.

Semoga pohon cinta kasih yg berbuah : perdamaian, kerukunan, persaudaraan, saling menolong, saling memberi perhatian, seperti ini bisa ditanam oleh semua umat manusia...amin*** (FX. Gus S.)




Rabu, 15 Mei 2019

Sarasehan Lingkungan Mei 2019

Sarasehan umat di lingkungan Johanes Don Bosco, gereja Katolik Pati pada hari Minggu 12 Mei 2019, dilaksanakan di rumah Ketua Lingkungan dan berjalan sesuai yang diharapkan.

Sarasehan Lingkungan ini sebenarnya sudah diadakan secara rutin setiap hari Minggu ke-2, tiap bulannya.  Sarasehan yang lebih dititikberatkan pada "temu kangen", silaturahmi dan saling ber-sharing mengenai iman atau apapun yang berkaitan dengan kehidupan menggereja maupun bermasyarakat umat di lingkungan Johanes Don Bosco, gereja Katolik Pati ini, selalu diisi dengan berbagai kegiatan sesuai kondisi atau tema.

Pada sarasehan bulan Mei 2019 tersebut kegiatan yang dilaksanakan Lingkungan Johanes Don Bosco gereja Katolik Pati adalah Doa Rosario dan sharing mengenai penghormatan pada Liturgi Ekaristi.  Dalam sharing (sebelum Doa Rosario) disampaikan oleh pemandu mengenai "bagaimana seharusnya umat Katolik, kita semua mensakralkan rangkaian proses dalam Misa/Ekaristi".  Karena -- baik disadari maupun tidak -- banyak umat yang berperilaku kurang pas, atau kurang selayaknya pada saat mengikuti Misa Kudus.  Bahkan kalau mau jujur mungkin hampir semua umat tidak akan layak mengikuti Perayaan Ekaristi dan menerima komuni kudus.  Karena sikap atau perilaku yang tidak disadari, seperti : membuka HP, tidak konsentrasi pada altar, doa-doa, Sabda Tuhan, dll.

Penyadaran umat -- khususnya di gereja Katolik Pati -- akan pentingnya dan sakralnya Liturgi Ekaristi tersebut mestinya dilakukan secara terus menerus dan dengan cara yang baik. Seperti pada sarasehan-sarasehan, sharing atau kegiatan lainnya.  Sehingga semakin banyak umat yang kemudian mengetahui dan kemudian mengubah perilakunya dengan kesadaran.  Sebab, bisa jadi sebenarnya banyak umat yang tidak tahu atau tidak menyadari bahwa beberapa perilaku mereka sebenarnya adalah cermin ketidakhormatan pada perayaan Ekaristi.

Dengan penyadaran secara terus-menerus diharapkan semakin banyak umat di gereja Katolik Pati pada khususnya dan umat Katolik pada umumnya, yang akan mengikuti Ekaristi secara khidmat dengan hati yang pantas di hadapan Tuhan.***

Senin, 06 Mei 2019

Renungan : Menangkap Kehadiran Tuhan Dalam Kejenuhan

Oleh : Romo Aloysius Kriswinarto, MSF

Setelah Yesus wafat, kehidupan para murid kembali seperti biasa.  Mereka melakukan aktivitas rutin seperti saat belum mengenal Yesus.  Melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan profesi mereka, terutama adalah menjadi nelayan. 

Dulu pada saat Yesus masih ada, para rasul sungguh bergairah dalam mewartakan kabar sukacita.  Mereka dipenuhi rasa bangga karena bersama Yesus yang sungguh terkenal dan dihormati banyak orang.  Terutama saat memasuki Kota Yerusalem, mereka dieluk-elukkan bagai menyambut seorang Raja.  Kehadiran Yesus menjadi sumber semangat bagi para rasul.

Setelah Yesus wafat, semua berubah. Hari-hari mereka tidak ada yang istimewa.  Semua aktivitas menjadi rutinitas dan menjemukan, karena tidak ada lagi Yesus di kehidupan sehari-hari. Mereka tidak menyadari bahwa saat itu sebenarnya Yesus masih hadir menyertai.  Bahkan Simon Petrus, Thomas, dan anak-anak Zebedeus awalnya tidak tahu bahwa yang berdiri dipinggir pantai dan menyapa adalah Yesus.  Mereka tidak mampu menangkap kehadiran Tuhan yang selalu mendampingi.

Maka saat beberapa rasul itu mulai putus asa karena tidak mendapat ikan tangkapan, Yesus mulai menyapa dan mengajak berbicara.  Yesus bertanya dan meminta para murid untuk menebarkan jala di sebelah kanan perahu, sehingga mereka mendapatkan banyak ikan.  Kemudian Yesus mengajak mereka untuk makan bersama (lihat Yoh.21:1-14).  Ketika menyadari Yesus masih hadir menyertai, mereka kembali bersemangat dan berani dalam mewartakan kabar suka cita.

Bagaimana dengan kita? Mampukah kita menangkap kehadiran Tuhan di tengah aktivitas rutin yang mungkin menjemukan? Tuhan menginginkan kita bergairah, bersemangat dalam menjalankan peziarahan kehidupan ini.  Juga ketika mewartakan kabar sukacita.  Bagaimana caranya?  Kalau Yesus telah meminta muridNya menebarkan jala disebelah kanan perahu, maka Tuhan meminta kita untuk menebarkan jala cinta kasih kepada siapapun sesama kita.

Maka saat kehidupan mulai menjadi rutinitas yg menjemukan, tebarkanlah jala cinta kasih.  Dengan menebarkan jala kasih, kita akan mampu menangkap kehadiran Tuhan.  Karena Tuhan selalu hadir pada sesama yg membutuhkan bantuan.  Pada orang-orang miskin, gelandangan dan difabel yang hidupnya selalu tersingkir.

Marilah kita mewujudnyatakan niat menebarkan jala cinta kasih kepada semua orang, agar kita mampu menangkap kehadiran Tuhan. Dengan demikian hidup kita menjadi bergairah, bersemangat, berwarna, tidak lagi monoton dan tanpa arti.***    
(disarikan dari kotbah Romo Alyosius Kris Winarta pada misa Sabtu 04 Mei 2019 di Gereja Katolik St. Yusuf Pati)