Minggu, 28 Mei 2023

WKRI Pati, Dalam Peran Memajukan Bangsa Dan Gereja


Salah satu Misi yang diemban oleh WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia) adalah memberdayakan seluruh jajaran wanita Katolik RI dari unit yang terkecil.  WKRI Cabang Pati sebagai sub ordinate WKRI Pusat, juga menyadari tanggung jawab tersebut, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk bisa mengimplementasikan salah satu misi mulia sebagai perwujudan 100% Indonesia 100% Katolik ini.

WKRI sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan wanita yang menjadi aset Bangsa dan Gereja ini, memiliki kekuatan moral dan sosial yang handal demi terwujudnya kesejahteraan bersama dan tegaknya harkat serta martabat manusia.  Melalui kekuatan dahsyat wanita Katolik di Indonesia, ORMAS ini mencoba menunjukkan eksistensi dan perannya dalam perjuangan dan pembangunan Bangsa serta Gereja.  Konsekwensinya, bila ingin berperan aktif dalam mewujudkan kemajuan Bangsa dan Gereja, maka WKRI juga harus mampu meningkatkan kemampuan, semangat, keinginan dan rasa percaya diri para wanita Katolik di negeri ini.


WKRI
 Cabang Pati, tidak mau ketinggalan dengan peran ini.  Mereka juga ingin menguatkan eksistensinya sebagai ORMAS di wilayah Pati.  Berbagai kegiatan dilakukan untuk mendukung misi WKRI Pusat.  Salah satu kegiatan untuk mengasah kemampuan, semangat dan rasa percaya diri kaum wanita Katolik di Pati, maka dilaksanakan pelatihan "Ngadi Sarira Dan Ngedi Busana" pada tanggal 28 Mei 2023 lalu.  
Sebagai kaum wanita yang kebetulan berdomisili di Jawa dengan adat dan budaya Jawa yang kental, maka diharapkan para wanita Katolik di wilayah Pati juga memiliki keberanian dan antusiasme untuk berperan dalam mewujudkan kemajuan Bangsa dan Gereja.  Untuk meningkatkan rasa percaya diri serta kemampuan dalam bersikap, bertindak dan menempatkan diri, maka mereka dibekali juga dengan ilmu untuk berbusana serta merias wajah (berpenampilan), dengan tidak meninggalkan karateristik budaya Jawa.  Bagaimanapun sebagai wanita, ketika mereka beraktivitas, terutama saat mewujudkan perannya di masyarakat atau komunitas-komunitas, mereka mesti mampu bersikap dan berpenampilan menarik.  

Dalam acara ini, selain di beri bekal (tips dan pelatihan) dalam berpenampilan, bersikap dan merias diri, dipilih juga 5 (lima) ibu-ibu Wanita Katolik di Pati, yang berpenampilan terbaik.

Acara ini dihadiri juga oleh Ibu Prajna Paramita Kirana yang juga adalah sekretaris dari pak Hasto Kristiyanto, seorang Katolik yang juga merupakan SEKJEN dari Partai Politik PDI Perjuangan.  Diminta pendapatnya, Mbak Mita menyampaikan bahwa meskipun sudah tidak muda lagi, ibu-ibu Katolik perlu tetap semangat untuk selalu tampil menarik, selalu berpikir positif dalam aktivitasnya sehari-hari dan perjuangannya mendukung kemajuan Bangsa dan Gereja.  Karena itu Mbak Mita sangat mendukung terselenggaranya acara ini.

Semoga perjuangan seluruh anggota WKRI pada umumnya, dan WKRI Cabang Pati pada khususnya berhasil menemui tujuannya.  Sehingga para wanita Katolik tidak hanya menjadi warga negara yang pasif dan apatis, namun nyata perannya bagi kemajuan Bangsa dan Gereja. Menjadi 100% Indonesia dan 100% Katolik..!!!*** (FX. Gus Setyono)

Senin, 13 Maret 2023

Puasa Ular VS Puasa Ulat

Oleh : Romo Antonius Gunardi Prayitna, MSF


Pada momen refleksi diri di masa Pra Paskah ini, ada baiknya kita memahami apa yang dikehendaki Tuhan Yesus atas puasa dan pantang yang kita lakukan selama ini.  Apakah puasa dan pantang itu membawa perubahan yang positif ataukah hanya ritual tahunan?

Inspirasi cerita mengenai 'puasa seekor ular dan ulat' bisa memperjelas pemahaman kita mengenai keinginan Tuhan atas ritual puasa dan pantang kita.  Seekor ular, ketika berpuasa maka dia akan berdiam diri sampai suatu saat sisik-sisik atau kulitnya mengelupas dan berganti baru (orang Jawa bilang mlungsungi), kemudian mewujudlah dia menjadi ular dengan kulit baru.  Tetapi kulit barunya ternyata sama saja dengan kulit yg lama. Perangai ular juga tetap sama, makanannya tetap daging binatang-binatang yang dimangsa.  Dia tetap rakus dan ganas terhadap apa yang dianggap musuh.

Sedangkan puasa seekor ulat berbeda.  Setelah berdiam diri selama 15 - 20 hari, maka dia berubah menjadi kepompong.  Tidak selesai sampai disitu ulat yang berubah jadi kepompong itu tetap harus berdiam diri selama berminggu-minggu hingga dia bertransformasi menjadi kupu-kupu.  Saat masih menjadi ulat memang makannya daun-daunan, bentuknya pun sangat menjijikkan.  Namun setelah berpuasa dan berubah wujud, maka dia menjadi kupu-kupu yang indah.  Makanannya pun sekarang sari-sari bunga dan yang terpenting, dia malah membantu penyerbukan tanaman.  Keberadaan kupu-kupu sangat membantu manusia, terutama para petani.

Dari ilustrasi cerita ini, sangat diharapkan puasa kita menyerupai ulat.  Aktivitas puasanya sungguh berdampak positif, menjadikannya kupu-kupu yang indah dan bermanfaat.  Momen puasa benar-benar ketemu dengan tujuannya, ketika kita bisa bertransformasi menjadi "manusia baru" yang lebih baik. Berguna bagi mahluk lain, menjadi berkat bagi sesama.  Kalau puasa kita meniru sang ular, maka kita tetap menjadi "manusia lama", tidak ada perubahan sama sekali.  Puasa kita menjadi tidak berguna dan hanya merupakan kegiatan ritual tahunan tanpa arti.

Maka marilah kita melihat diri kita saat berpuasa, apakah seperti sang ular ataukah sudah seperti si ulat yang semula menjijikkan tapi berubah menjadi kupu-kupu indah yang bermanfaat?  Apakah setelah berpuasa dan berpantang nanti --setelah kita mendapat berkat dengan Kebangkitan Tuhan-- kita bisa bertransformasi menjadi manusia yang lebih baik?  Hidup kita berkenan di hadapan Tuhan, keberadaan kita bisa menjadi berkat bagi sesama, baik di lingkungan masyarakat sekitar, di lingkungan sesama umat Kristus, dan juga bagi gereja kita. Keluarga-keluarga kita juga semakin berkualitas dalam iman dan kehidupan.

Semoga masa puasa dan pantang kita kali ini, menjadi momen transformasi kita menjadi "manusia baru".  Dimanapun kita berada, selalu membawa terang, damai, kegembiraan bagi sesama.  Hidup kita menjadi lebih berguna bagi seluruh alam semesta, selalu menjadi berkat bagi orang lain, bagi keluarga, bagi Gereja Allah.  Perubahan inilah yang dikehendaki Tuhan bagi diri kita.  Seperti puasa si ulat yang bertransformasi menjadi kupu-kupu..***

(Disarikan dari kotbah Romo Antonius Gunardi Prayitna, MSF pada misa hari Sabtu, 11 Maret 2023, di gereja Santo Yusuf - Paroki Pati)